Minggu, 01 Februari 2015

Menjejak Gunung Guntur

Udah kayak pelem 5cm belum?
Jumat, 6 Desember 2014, saat itu hujan rintik-rintik jatuh ke bumi kota Bogor. Tapi, lupa sih kemarin itu hujan atau engga, gak apa-apalah biar menambah kesyahduan. OKE, jadi kali ini untuk pertama kalinya gw akan bercerita tentang pendakian yang ke 5,5. Kenapa 5,5? karena saat pendakian pertama ke gunung papandayan, gak sampe puncak, hufff. Kenapa gw mw bercerita setelah pendakian ke 5,5 ini? karena dari ke-sekian kali mendaki gunung, pendakian kali inilah yang tidak paling membosankan alias "ketawa-ketawa" mulu.
Waktu itu sekitar sebulan sebelum bulan Desember, gw dan Muhammad Luthfi Fajar a.k.a Upay merencanakan kembali mendaki gunung, gunung apa? ya gunung guntur di Kabupaten Garut. Bahkan perencanaan ini gak sampai sebulan, 3,141592653589793 minggu (π) lah ya saat masa-masa galau to the max itu terjadi -_-". Baiklah seperti biasa, siapakah yang akan mau diajak mendaki kali ini, selalu saja itu pertanyaan awal kalau memang ingin mendaki gunung. Saat itu gw bilang ke Upay kalau kali ini penyeleksian harus lebih ketat, gw gak mau tragedi 'naas' saat pendakian sebelum-sebelumnya terjadi lagi. Nah saat itu pula gw sama Upay ajak-ajakin teman masing-masing dan singkat cerita melalui proses seleksi yang melelahkan tidak tidur berhari-hari, terpilih lah dua warga pinggiran Jakarta yang berdomisili di Bekasi dan satu orang sepupu Upay bernama Azzam (Abdullah Azzam). Siapakah 2 orang Bekasi itu?mereka adalah junior di kampus bernama Icabela (Annisa Kirana Nusanti) dan Vinna (Vinna Tresna) atau Pinna (sudahlah). Mereka pernah satu kepanitian dengan saudara Upay. Sedikit bercerita tentang 3 orang ini, Azzam adalah mahasiswa Tazkia jurusan akuntansi angkatan 2013, Icabela adalah mahasiswi alay IPB jurusan gizi masyarakat angkatan 2011 dan Pinna adalah sohib Icabela, mahasiswi IPB jurusan kimia angkatan 2011, jadi bisa disimpulkan merekalah adek-adek terpilih yang mw diajak naik gunung. Untuk Azzam, dia sudah mendaki gunung Tampomas sebelumnya, jadi ini adalah pendakian kedua dia. Untuk Pinna pun begitu, rasanya ini adalah pendakian kedua setelah pendakian ke gunung Papandayan . Nah yang terakhir ini, si Cabela alay, ini merupakan pendakian pertama dia, jadi wajar kalo memang dia agak takut dan sedikit parno, tapi kita semua selalu memberikan dia semangat. Maka dari itu, singkat cerita, gw, Upay, Azzam, Ica dan Vinna sudah berencana untuk berangkat tanggal 6 Desember 2014. Di saat pertemuan terakhir untuk membahas persiapan pendakian dari mulai alat dan barang-barang apa saja yang dibawa, di saat itulah nongol Ryan Hidayat a.k.a Ryan yang ingin ikutan juga, sepertinya gw gak perlu bercerita tentang dia. Ryan dan Upay sudah sering mendaki gunung dan gunung Guntur sudah mereka pijak sebelumnya, jadi ini adalah kali kedua mereka mendaki kembali gunung Guntur. Oh iya, awalnya teman kantor Upay bernama Nesya Jelita a.k.a Nesya juga ingin sekali ikut mendaki, karena terbentur izin oleh orang tua, maka dia pun mengurungkan niat :( tapi Nesya ini sungguh baik hatinya, dia rela meminjamkan rumahnya untuk menitipkan sedikit barang yang kami tinggalkan dan tempat motor kami bernaung. Nesya juga belum pernah sekalipun mendaki gunung, padahal dia sudah mempersiapkan segala sesuatu sebelumnya, yaa namanya juga orang tua selalu khawatir anak wanitanya kenapa-kenapa (apalah), semoga pendakian selanjutnya bisa ikut ya Nes.
Hari Jumat, 6 Desember, gw mengambil cuti setengah hari, jadi sekitar pukul 1 siang, gw sudah pulang dari kantor dan ketemuan dengan Ryan di stasiun Bogor yang dia juga cuti seharian malah dari kantornya. Sambil menunggu sore, gw packing seadanya di rumah. Setelah siap, sekitar pukul setengah tujuh malam gw ke rumah Ryan untuk menjemput, tetapi seperti biasa, si kampret itu malah belum packing sama sekali, jadilah menunggu dan baru berangkat ke meeting point sekitar pukul 8 malam. Meeting point kali ini yaitu di rumah Nesya di daerah Indraprasta, Bogor. Kami berenam, bertujuh bersama Nesya yang tidak jadi ikut bertemu di sana (ya iyalah itu kan rumah Nesya). Di rumah Nesya kami packing ulang barang-barang yang belum dimasukkan ke dalam carrier dan daypack. Setelah semua beres, sekitar pukul 10 malam kami menyewa angkot menuju stasiun Bogor, untung saja kami masih kebagian kereta terakhir, Dan di saat itu juga, kami selalu bertemu dengan para pendaki lainnya, bro bro pendaki memang asik, mereka selalu menyapa satu sama lain jika berpapasan dengan orang yang membawa carrier atau daypack, kurang bro apalagi coba mereka (dan kita).

Stuffs are ready @ rumah nesya
Group of selfie @ stasiun Bogor
Dari stasiun Bogor kami turun di stasiun Tanjung Barat lalu dilanjutkan dengan naik angkot menuju terminal Kampung Rambutan. Sesampainya di terminal Kampung Rambutan, tak perlu waktu lama untuk mendapatkan bis menuju Garut, kami berenam langsung bergegas naik ke bis. Saat itu sekitar pukul 11 malam kami berangkat menuju Garut dan dibutuhkan waktu 5 jam untuk sampai di lokasi. Lokasi yang dimaksud adalah pom bensin Warung Tanjung (Google Maps). Sekitar pukul 4 subuh kami sampai di lokasi ini, di sini kita beristirahat sejenak, melepas lelah, meluruskan kaki yang pegal tertekuk selama perjalanan dannn salat isya, haha karena ternyata gw sendiri belum salat isya saat itu, alhamdulillah masih sempat ditunaikan. Setelah menunaikan salat subuh berjamaah, kami pun masih bersantai-santai untuk mempersiapkan ulang kira-kira apa yang belum dibawa, ternyata air minum belum dibeli, haha, untungnya ada alfamart tak jauh dari pom bensin. Dan setelah kembali berkemas kami sempat sarapan bubur ayam di dekat dengan pom bensin juga.

Full team (background gn. Guntur), kiri ke kanan : gw, ica, upay, azzam, vinna, ryan @ pom bensin
Another groufie @ pom bensin
 Setelah semua siap dan semua sudah berkemas dengan rapi, kami berdoa terlebih dahulu, dedek Azzam yang ditunjuk sebagai pemimpin pendakian pun memimpin doa dan sekitar pukul 7 pagi dimulailah pendakian. Awal pendakian, kami harus melewati rumah warga yang unyu-unyu dengan suasana desa yang begitu kental seperti susu kental manis. Sungguh suasana yang tidak akan didapatkan di perkotaan sebut saja ia Jakarta. Nah, setelah 30 menit berjalan dari pom bensin tadi, seharusnya ada truk pasir yang memang selalu mondar mandir di perdesaan tersebut, entah kenapa saat itu tidak ada sama sekali truk yang lewat. Sampai di mana di satu pertigaan di desa tersebut, kami menemukan seonggok truk pasir yang akan menuju ke kaki gunung Guntur, langsung saja kami bergegas menuju truk tersebut. Upay dengan bahasa sunda langsung berbincang dengan supir truk "Pak punten, bade ngiringan, tiasa?" (sebenernya gw gak yakin si upay ngomong gini, tapi kurang lebih begitu lah. yang artinya : "Permisi pak, kita boleh ikutan menumpang?"). Si bapak supir yang baik hati langsung membolehkan, alhamdulillah, tidak perlu lagi berjalan sampai ke kaki gunung, langsung saja kami naik, saat itu truknya masih belum terisi pasir alias masih kosong.


@ Truk pasir
@ Truk pasir
Setelah hampir 30 menit kami berguncang di truk pasir yang super duper extreme, akhirnya kami sampai di penggalian pasir di kaki gunung Guntur, dari tempat ini dimulailah pendakian yang sesungguhnya. Tapi karena pemandangan disajikan terlalu indah untuk dilewatkan, kami sempat untuk mengambil foto, suasana kota Garut di pagi hari masya Allah indahnya.

Suasana pagi kota Garut @ penggalian pasir
Si ganteng
Cabe and terong in action @ penggalian pasir
Duo Deuter
Dibutuhkan waktu yang lumayan sebentar dari penggalian pasir menuju checkpoint di air terjun, kurang lebih 10-15 menit. Nama air terjunnya curug citiis (ci artinya air, tiis artinya dingin, memang airnya dingin bener). Di sini kami seperti biasa foto-foto alay, menambah persedian air yang berkurang dan sedikit memakan cemilan yang dibawa. Oh ya, for your information, di gunung Guntur itu pos-pos yang dijadikan checkpoint tidak begitu jelas terpampang, jadi kalo ada tempat istirahat yang enak ya kami istirahat di tempat itu, hehe.

@ curug citiis
Pemimpin harus berkorban (yang ambil foto adalah azzam)
Apapula ini @ curug citiis
Setelah 10 menit di air terjun, kami melanjutkan perjalanan. Pendakian kami termasuk yang paling santai di antara para pendaki yang ada saat itu di gunung Guntur. Karena niat awal pun kami hanya ingin pendakian yang santai kayak di pantai (walaupun ini di gunung). Di tengah perjalanan ini pun selalu saja ada kelakuan-kelakuan random di antara kami, terlebih dari si Ica alias Cabela. Gw sendiri gak menyangka yang tadinya ini anak takut dan parno karena ini pendakian pertamanya, eh dia biasa-biasa aja tuh, bahkan anak yang petakilan ini semakin gila di alam bebas, hufff. Si Upay sama Ryan yang dikenal alim pencitraan pun ikut-ikutan menjadi "kotor" karena ulah Cabe, hahaha. Vinna sama Azzam yaa gak usah ditanya, yang alim aja jadi "kotor" apalagi mereka, hufff lagi. Dari air terjun, jalur pendakian langsung menanjak dan langsung memasuki hutan yang lembab sehabis dibasahi air hujan. Gunung Guntur pun track-nya dikenal dengan pasir, pasir dan pasir. Alhamdulillah-nya hujan itulah yang membuat track tidak terlalu licin karena pasir yang basah, karena menurut Upay yang sudah ke sini sebelumnya, pasir di gunung Guntur menyulitkan pendakian, 2 langkah kita bergerak maju, 5 langkah mundur yang akan didapat (ini lebay sih, tapi ini nyata), kira-kira begitulah ya. Sehabis dari hutan yang lembab, pemandangan yang disajikan hanya hamparan padang rumput yang sangat luas dengan sedikit pepohonan.

No caption needed (tapi nulis caption, pff)
Santai juragan (Upay dan Azzam)
Gw dan Upay
Ryan dan Cabe
Santai dulu
Kurang lebih 2-3 jam perjalanan akhirnya sampai di persimpangan antara air terjun berikutnya dan jalur menuju puncak. Ryan dan Ica mengambil air di air terjun dan kami berempat menunggu. Di persimpangan ini ternyata juga ada dua orang relawan entah dari mana, dia sudah dua hari di situ mendirikan tenda. Di sela-sela istirahat, kami pun sempat berbincang dengan relawan yang super ramah ini. Mereka memberitahu kalo nantinya camp di puncak, hati-hati dengan adanya segerombolan babi liar yang suka mencari makanan-makanan sisa para pendaki. Tersentak gw kaget, gw sempat terpikir, "ini babi beneran atau babi ngepet? atau babi beneran yang memang lagi ngepet? *apasih". Yasudahlah kami hanya menerima peringatan dari dua relawan ini untuk lebih waspada. Setelah, 5-10 menit istirahat, kami melanjutkan perjalanan. Pendakian dari titik ini semakin terjal dengan jalur yang sudah dibilang tadi, ya, lebih banyak pasirnya. Menurut Upay dan Ryan pun, track gunung Guntur ini mirip dengan jalur pendakian di gunung Rinjani dan gunung Semeru sebelum mencapai Mahamerunya. Ya bisa dibilang gunung Guntur itu Rinjani-nya Jawa Barat. Semoga waktu dekat ini bisa menjejakan kaki ini ke Rinjani, amin. Kembali ke pendakian ini, jujur saja jalur di sini agak mengesalkan, memang benar, 2 langkah maju akan langsung melorot 2-4 langkah karena pasir, gak bisa dibayangkan kalo pasirnya ini pasir yang kering yang belum dibasahi air hujan sebelumnya, pasti lebih parah melorotnya -_-".

Vinna dan Upay (gw lagi entah ngapain di belakang)
Ryan, Vinna, Upay, Azzam
Ica, entah itu siapa
Di jalur pendakian ini, Azzam sebagai leader di depan bersama Upay dan Vinna, nah gw, Ryan sama Cabe ada di belakang. Gw sama Ryan udah kayak ngasuh ade bener lah, yaa namanya juga Cabe. Tapi Vinna sama si Cabe ini kalo dilihat dari sisi stamina sih oke banget lah, gak pernah ngeluh yang berlebihan sih untungnya. Nah sekitar 3 jam perjalanan, hujan pun turun, saat itu perjalanan kami memang selalu ditemani dengan awan hitam, hitam pekat seperti hatiku saat ini huff :( (saat itu loh ya).

Saat hujan turun
Foto-foto men
Sebenernya hujan agak labil saat itu, sebentar hujan sebentar lagi reda, lalu hujan lagi dan kembali reda, ya begitulah cuaca yang tak terduga. Saat hujan benar-benar sudah reda, saat itu pula kami sudah sampai menuju puncak 1 gunung Guntur. Oh iya, for your information lagi, gunung Guntur itu ada 4 puncak, dan puncaknya ini saling berdekatan, puncak tertingginya sih sepertinya di puncak ketiga. Dan setelah hampir 6-7 jam pendakian kami akhirnya sampai di puncak 1 gunung Guntur. Vinna, Upay dan Azzam sudah terlebih dahulu sampai, dan mereka langsung mendirikan tenda. Sedangkan gw, Ryan dan Ica masih menuju perjalanan menuju puncak 1.

Kemiringan jalur menuju puncak 1
Menuju puncak 1
Sekitar pukul 1 atau 2 siang (gw lupa) akhirnya kami berhasil menyusul Vinna, Upay dan Azzam di camp. Antara puncak 1 dan puncak 2 terdapat seperti cekungan yang dijadikan tempat favorit para pendaki untuk mendirikan tenda, mungkin karena anginnya tidak terlalu besar di sini. Saat itu ada banyak sekali pendaki lainnya yang berkemah di tempat ini. Langsung saja kami istirahat dan memasak apa yang bisa dimasak dan dimakan.

Camp para pendaki @ antara puncak 1 dan puncak 2
Di camp kami membereskan barang-barang, mengeluarkan semua logistik termasuk makanan apa saja yang dimasak di malam hari, untuk cemilan, dan untuk sarapan esok harinya. Selanjutnya tak lupa juga sebagai hamba Allah yang kecil dan lemah untuk senantiasa salat, wehehehe. Saat itu pula saat sore menjelang malam, hujan turun lumayan deras dan tenda yang ditempati para cowo, bocor (very nice). Di malam hari ada sedikit sesi curhat bagi masing-masing kami. Ah bagian ini sepertinya tidak usah dilanjutkan lebih jauh, huff. Dan kami berencana esok hari untuk menyaksikan matahari terbit, tetapi ya begitulah, semuanya hanya tinggal rencana. Bangun saja baru sekitar pukul 6 pagi. Nah saat malam hari saat kami sedang tertidur pulas, ada kejadian aneh yang membuat gw sendiri terbangun. Sekitar pukul 2 atau 3 malam, para pendaki lain di sekitar kami banyak sekali yang berteriak "ada babi, adaaa babi.." sontak gw langsung terbangun, Ica dan Vinna di tenda sebelah pun ikut terbangun. "Mas ada apaan tuh mas.." tanya Vinna ke gw. "Gw juga gak tau itu apaan, udah tidur aja, jangan keluar tenda". Entah itu memang ada babi liar beneran atau engga, gw langsung teringat kata-kata relawan tadi di persimpangan, ternyata benar ada babi, entah babi hewan beneran atau babi ngepet, hahaha. Tapi gw gak denger sama sekali ada suara babi yang ngok..ngok..ngok gitu, tapi para pendaki itu selalu menyorot dengan lampu senter ke arah tenda kami, mungkin babinya sedang berkeliaran di sekitar tenda kami. Karena gw gak terlalu peduli, akhirnya gw tidur lagi. Dan setelah subuh datang, kami bangun dan salat di tenda, karena dingin. Setelah itu kami menyiapkan sarapan dan makan seadanya untuk melanjutkan perjalanan ke puncak 2 dan puncak 3. Nah di saat itulah ditemukan keanehan lainya, tenda punya Ryan dirobek oleh entah orang dari mana, nampak jelas kalau itu adalah bekas hasil guntingan. Mungkin, ini hasil dari ribut-ribut semalam, babi macam apa yang bisa gunting tenda serapi ini.

Tenda Ryan digunting "babi"
Aksi tidak senonoh di dalam tenda
Setelah perut terisi dengan sarapan, gw, Vinna, Azzam dan Upay berencana untuk melanjutkan pendakian ke puncak 2 dan puncak 3. Sementara Ryan dan Ica menjaga tenda karena kejadian semalam. Kebetulan Ica juga katanya sih lagi gak enak badan, eh ternyata dia cuma lagi nahan boker dan akhirnya di pendakian pertamanya ini dia boker juga di alam terbuka, wuahahahha. Kami berempat tidak membawa carrier menuju puncak 2 dan 3 hanya membawa tas kecil dan minum secukupnya.  Dibutuhkan sekitar 30-45 menit untuk sampai di puncak 2 dari tempat kami mendirikan tenda.

Menuju puncak 2
Perjalanan menuju puncak 2
Yang paling gw sesali adalah, gw ke puncak kedua dan puncak ketiga menggunakan sendal, hasilnya kaki jadi lecet, pfff. Dan akhirnya kami berempat sampai di puncak kedua.

Gunung cikuray dari puncak 2 gn. Guntur
For you mom from Vinna
Nah setelah puas foto-foto di puncak kedua, perjalanan dilanjutkan ke puncak ketiga, jarak dari puncak kedua ke puncak ketiga sesungguhnya terlihat lebih dekat, karena seperti jarak dari satu bukit ke bukit yang lain, tapi ya itu, kok gak sampe-sampe, haha. Tapi setelah 30 menit berjalan bahkan kurang dari itu, kami sampai di puncak ketiga. Here we come !

@ Puncak ketiga gunung Guntur
"Top Puncak" (opoooo iki)
Cukup lama kami berfoto-foto di puncak ketiga ini, karena pemandangan yang disajikan, Subhanllah, indah sekali. Dari puncak ketiga ini dapat terlihat puncak keempat, tapi karena jalurnya yang terlalu curam dan kami terlalu lelah menuju ke sana, jadi cukup saja sampai di puncak ketiga. Padahal Upay pengen banget menuju puncak keempat, karena sebelumnya pun dia hanya sampai puncak ketiga. Setelah puas, kami pun langsung beranjak dari keindahan alam yang disajikan untuk kembali ke camp.

Perjalanan menuju camp dari puncak 3
Bersama Upay

Puncak 2
Jalur menuju camp dari puncak 2
Dari perjalanan kembali ke puncak 2 menuju camp, kami melewati jalur yang berbeda saat mendaki. Jalur yang dilewati saat pulang lebih berpasir dan kami lebih sering 'serodotan' dibanding berjalan, hahaha. Di perjalanan pulang dari puncak 2 ini pun kami berpapasan dengan Ryan dan Ica yang ingin mencicipi indahnya puncak kedua gunung Guntur (kue kali icip icip). Upay seperti biasa sudah di camp terlebih dahulu sebelum Ryan dan Ica berangkat untuk gantian berjaga di tenda.

Terong dan Cabe di puncak kedua
Sambil menunggu Ica dan Ryan kembali ke camp, gw, Vinna, Upay dan Azzam memakan makanan yang tersisa karena kami kelaparan. Setelah 30-45 menit menunggu, akhirnya si terong yang dicabein kembali ke camp. Mereka hanya sampai ke puncak kedua ternyata. Setelah semua keluarga kembali berkumpul, kami menyiapkan makanan untuk mengisi tenaga. Dan di saat itulah kami berbincang tentang kejadian semalam dan kejadian bagaimana si Ica bisa boker di alam terbuka, wuahahaha. Sekitar pukul 10 atau 11 siang gw lupa kami berkemas untuk kembali turun. Perjalanan pulang pun dirasa lebih cepat dibandingkan saat mendaki (yaiyalah) ditambah dengan perjalanan pulang kami hanya dilakukan dengan 'serodotan' sampai membuat celana bolong dan berjalan layaknya bergerak di pasir (walking in the sand).

Gw Upay Ryan
Ica Azzam Vinna
Serodooooot
Perjalanan pulang
Kurang lebih pukul satu atau dua siang kami tiba di air terjun curug citiis untuk membersihkan pakaian yang kotor karena perjalanan pulang tadi. Sesaat setelah bersih-bersih, hujan pun kembali turun, dan kami bergegas memakai jas hujan. Perjalanan dari curug ke tempat awal kami mendaki agak berbeda, entah berbeda di mana, yang jelas tracknya beda, yang penting Alhamdulillah sudah sampai di tempat semula. Sesaat sudah sampai di tempat awal pendakian, hujan reda dan kami yang awalnya menduga akan ada truk pasir yang mau ditumpangi, ternyata gak ada men, hmmm. Jadi mau tidak mau kami harus berjalan secara manual menggunakan kaki dari tempat penggalian pasir sampai ke perumahan warga, cukup jauh jalan yang ditempuh, kurang lebih 5-6 KM. Bersama para pendaki yang lain pun seperti itu, mereka jalan secara manual, pegel men. Setelah tiba di perumahan warga, kami santai dulu sambil minum es yang sangat amat biasa tapi enak sih. Dari tempat itu ternyata ada Pak RT setempat menawarkan diri untuk mengantarkan kami ke terminal guntur (jadi terminal di garut namanya guntur, dan letaknya pun jauh dari gunung guntur, jadi ini cuma nama aja ya guys). Diantarnya pun menggunakan mobil bak terbuka. Berhubung kami hanya berenam, dan harga yang dipatok saat itu lumayan mahal sekitar Rp 100rb kalau tidak salah, jadi kami mengurungkan niat. Tetapi Alhamdulillah, ternyata ada pendaki lain juga asal Jakarta dan Bogor yang ikut bergabung dengan kami, jadilah tim kami dan mereka bergabung di mobil bak terbuka tersebut, kurang lebih ada 6 orang jadi mereka, jadi ongkos yang tadinya mahal jadi sedikit lebih murah dengan adanya mereka. Dan sekitar pukul setengah lima sore kami tiba di terminal guntur dan langsung bergegas ke mesjid tak jauh dari terminal, di mesjid kami mandi dan membersihkan diri dari kotoran dan dosa yang melekat, hmmm. Singkat cerita, setelah salat zuhur, ashar dan maghrib, sekitar pukul 7 malam kami siap pulang dan tak lupa, sebelum pulang kami makan dulu di pecel ayam pinggir jalan. Nikmat niaaann.

Makan makan men
We are coming back home
Jam 8 malam kami sudah berada di bis menuju terminal Kp, Rambutan dan sekitar pukul 12 malam kami sudah sampai di tujuan dengan selamat tanpa kurang apapun, yang justru adalah semakin bertambahnya pengalaman yang seru. Maha Suci Allah, Segala puji dan syukur dipanjatkan hanya kepada Allah.

Tidak ada gunung yang senilai jari tangan atau kaki. Rumahlah tempat kita kembali. Puncak hanyalah bonus - Alan Hinkes, Pemanjat tebing dari Inggris

Take nothing but pictures. Leave nothing but footprints. Kill nothing but time - Anonym

Terima kasih kepada Nesya yang rumahnya sudah mau diberantakkan dan dikotori, tanpamu kita hanya butiran debu. Tunggu cerita pendakian selanjutnya. SALAM LESTARI !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar